W3b3’s Weblog

Just another WordPress.com weblog

Archive for the ‘Uncategorized’ Category

Ramalan kiamat dalam lukisan “Perjamuan Terakhir”

Posted by bambang wibiono pada Juli 8, 2010

Ramalan kiamat dalam lukisan "Perjamuan Terakhir"

VIVAnews – Leonardo Da Vinci tak hanya seniman berbakat dan ilmuwan yang jenius. Dia juga seorang peramal.

Leonardo Da Vinci bahkan meramalkan akhir dunia. Menurut Da Vinci, pada 21 Maret 4006, Bumi akan dilanda banjir bah. Bencana mahadahsyat itu akan berujung pada kiamat pada 1 November 4006.

Prediksi Da Vinci ditemukan oleh peneliti Vatikan, Sabrina Sforza Galitzia yang bekerja di bagian arsip Vatikan. Galitzia menduga, sang jenius asal Italia itu menyisipkan prediksinya dalam bentuk kode.

Kode-kode kiamat itu disisipkan dalam lukisan mahakarya Da Vinci, “The Last Supper’ atau ‘Perjamuan terakhir’. Kata Galitzia, lukisan itu mengandung puzel astrologi dan matematika.

Galitzia yang pernah meneliti manuskrip Da Vinci di Universitas California mengatakan, bentuk setengah lingkaran di atas lukisan Yesus dan para muridnya saat perjamuan terakhir sebelum peristiwa penyaliban, mengandung kode-kode tersembunyi. Setengah lingkaran yang dimaksud berada di tengah (lihat gambar).

“Di sana ada ‘Da Vinci code’, kode Da Vinci — bukan hanya kode yang dipecahkan Dan Brown,” kata Galitzia seperti dimuat laman New Kerala.

Kode Da Vinci tentang kiamat memakai simbol zodiak dan menggunakan 24 huruf latin — pengganti simbol 24 jam dalam waktu satu hari. Namun, tak dijelaskan bagaimana simbol-simbol dalam lukisan tersebut bisa dibaca sebagai sebuah prediksi tentang kiamat. Kebiasaan Da Vinci menyelipkan kode atau pesan dalam lukisannya diakui Galitzia sebagai tuntutan zaman. Da Vinci yang ilmuwan hidup di masa-masa sulit, dia harus lincah menghindar dari tudingan bidah oleh gereja.

Mahakarya Da Vinci, ‘The Last Supper’ berukuran 460 cm x 880 cm, menutupi seluruh bagian dinding di Biara Santa Maria delle Grazie di Milan. Da Vinci memulai proyek lukisannya pada 1495, dan menyelesaikannya pada 1498.

Kode dalam lukisan yang sama sebelumnya diungkap Dan Brow dalam ‘The Da Vinci Code’ tahun 2003. Teori Dan Brown menghebohkan publik. Dalam bukunya, Dan Brown mengatakan sosok yang duduk di sebelah kanan Yesus bukan Yohanes- seperti anggapan publik.

Sosok yang memakai selendang senada baju Yesus adalah Maria Magdalena — istri Yesus yang mengandung anak Sang Mesiah saat peristiwa penyaliban. Dalil Dan Brown mendapat bantahan dari gereja.

(Sumber:Vivanews.Com)

Posted in Uncategorized | Leave a Comment »

aktif kembali

Posted by bambang wibiono pada Juli 8, 2010

Bissmillahirohmanirrohiem…

Dengan ini saya nyatakan blog ini akan aktif kembali…

Posted in Uncategorized | Leave a Comment »

Hiden Agenda dalam Mainstream Gender

Posted by bambang wibiono pada Juni 5, 2008

Hiden Agenda dalam Mainstream Gender

Oleh: Bambang Wibiono

 

* Baca entri selengkapnya »

Posted in Uncategorized | Leave a Comment »

Adakah Pemerintah dan Negara itu?

Posted by bambang wibiono pada Juni 5, 2008

 

Oleh: Bambang Wibiono*

 

Saat ini rakyat Indonesia kembali dilanda musibah yang besar. Di saat berjuta rakyat kita yang hidup dalam sebuah penderitaan—yang untuk dibayangkan saja kita tak sanggup—pemerintah SBY-JK kembali mengeluarkan kebijakan yang sangat menyakitkan hati rakyat, khususnya rakyat kecil. Belum sempat rakyat kita mampu menyesuaikan diri dengan keadaan mahal dan langkanya harga kebutuhan pokok, kini akan ditambah lagi dengan kenaikan harga BBM. Baca entri selengkapnya »

Posted in Uncategorized | Leave a Comment »

Posted by bambang wibiono pada Maret 26, 2008

bmw

Posted in Uncategorized | Leave a Comment »

Posted by bambang wibiono pada Maret 26, 2008

kemankah arah pendidikan kita

Posted in Uncategorized | Leave a Comment »

Posted by bambang wibiono pada Maret 26, 2008

kemanakah pemerintah dan negaradokumen.doc

Posted in Uncategorized | Leave a Comment »

Review

Posted by bambang wibiono pada Januari 12, 2008

 

Review buku : Dilemmas of Political Development

Penulis : Monte Palmer

Tahun terbit : 1989

 

Dilema Pembangunan Politik”

 

Seiring dengan berkembangnya jaman dan terjadinya dikotomi antara Negara dunia pertama dan Negara dunia ketiga atau Negara berkembang, pembangunan merupakan suatu hal yang menaraik untuk dikaji. Pembangunan khususnya pembangunan politik seolah suatu hal yang mutlak bagi Negara dunia ketiga. Begitu banyak pendekatan yang dapat digunakan dalam kajian pembangunan politik.

Perubahan diartikan sebagai berubahnya suatu keadaan social yang ada tanpa melihat baik atau buruknya keadaan. Yang terpenting adalah adanya perbedaan keadaan antara keadaan yang lalu dengan keadaan sekarang. Sedangkan pembangunan sendiri dapat diartikan sebagai usaha perubahan yang memiliki tujuan yang sistematis untuk dapat dicapai.

Untuk dapat memahami pembangunan politik, sedikitnya ada tiga perspektif yang dapat digunakan. Pertama, perspektif deterministik atau evolusioner yang melihat pembangunan politik berdasarkan fakta sejarah dari masyarakat dan berusaha mencapai masa depan berdasarkan konsekuensi logis dari proses perubahan yang ada. Pandangan ini didukung oleh pemikiran Marx yang melihat sejarah manusia sebagai sejarah pertentangan kelas antara kelas pemilik modal dan kelas proletar. Dalam pandangan Marx, pembangunan politik adalah sebuah proses historis yang harus menghasilkan pemerintahan proletariat.

Kedua, teori normativ atau preskriptif yang lebih memfokuskan pada tujuan akhir yang harus dicapai sesuai dengan apa yang dipikirkan. Menurut pandangan ini ada empat ukuran untuk dapat menilai pembangunan politik, yaitu efisiensi, persamaan, demokrasi, dan keamanan.

Pendekatan yang ketiga adalah teori deskriptif atau analitis. Pendekatan ini lebih memusatkan pada pendeskripsian dan menganalisis perbedaan politik yang saat ini ada antara Negara dunia pertama dan Negara dunia ketiga. Pendekatan ini berupaya menganalisis mengapa perbedaan keadaan politik antara Negara dunia pertama dan dunia ketiga bias terjadi sangat mencolok.

Ada lima faktor yang dapat digunakan untuk dapat melihat sejauh mana keberhasilan sebuah rejim politik untuk mengendalikan dan memobilisasi rakyatnya agar dapat mencapai tujuan dari pembangunan politik. Faktor itu adalah 1. faktor nilai dan kecakapan elite dominan, 2. kapasitas institusional dari rejim untuk mengendalikan dan memobilisasi sumber daya manusia dan materialnya, 3. nilai sikap, perilaku, dan cirri cultural lainnya dari masyarakat, 4. lingkungan regional dan internasional.

Pembangunan politik dan pembangunan ekonomi

Saat ini paradigma pembangunan politik mengacu pada sebuah pembangunan ekonomi atau modernisasi. Berdasarkan pendekatan deskriptif analitis, menganggap bahwa perbedaan antara Negara dunia pertama atau Negara maju dengan Negara dunia ketiga atau Negara berkembang dalam hal pembangunan politik adalah dikarenakan Negara maju lebih stabil, tingkat kemakmuran yang tinggi dan merata, sehingga dapat dengan mudah dalam hal pembangunan politik.

Modernisasi dan globalisasi merupakan isu yang sedang beredar saat ini. Para penganut paham modernisasi menyatakan bahwa untuk dapat mencapai kemajuan suatu bangsa, khususnya bagi Negara dunia ketiga adalah dengan cara modernisasi dan mau membuka diri terhadap dunia luar secara bebas. Isu ini seolah menjadi senjata bagi Negara maju untuk melakukan ekspansi kepada Negara berkembang dan Negara miskin, baik itu ekspansi sumberdaya maupun ekspansi ideologi.

Menurut Mansour Fakih (2006), teori pembangunan dan globalisasi yang begitu diagung-agungkan oleh negara maju telah gagal dalam mewujudkan tujuannya bagi negara di Asia. Negara NIC (Newly Industrial Countries) yang menjadi percontohan telah hancur dan tidak bisa bertahan diterpa oleh badai krisis multidimensi yang melanda dunia. Revolusipun bukan suatu langkah yang tepat dalam pembangunan politik. Karena menurut Irma Adelman (dalam Fakih, 2006: 66), 40-60 % penduduk di negara miskin menjadi semakin buruk. Yang diperlukan adalah human resource development untuk mencapai pertumbuhan dengan pemerataan. Dengan pembangunan sumberdaya manusia diharapkan akan dapat menumbuhkan kesadaran dan daya kritis masyarakat terhadap proses pembangunan politik.

Demokrasi menjadi ideologi yang ‘wajib’ bagi negara berkembang. Demokrasi yang dikembangkan adalah dengan demokrasi yang membuka peluang segala kebebasan. Pembangunan politikpun diarahkan pada penerapan demokrasi ala barat. Padahal demokrasi belum tentu relevan bagi sebagian negara dikarenakan kondisi masyarakat yang belum memungkinkan.

Dalam semua upaya pembaruan politik, pertanyaan mengenai siapa subyek atau pelaku politik muncul dengan sendirinya. Neoliberalisme melancarkan kritik mengenai peran pemerintah dalam kehidupan sosial dan ekonomi. Menurut Giddens, keberadaan pemerintah sebagai elit adalah untuk menyediakan sarana perwakilann kepentingan yang beragam, menciptakan forum untuk rekonsiliasi kepentingan, menciptakan dan melindungi ruang publik untuk mengntrol segala kebijakan pemerintah, memenuhi kebutuhan masyarakat, mengatur pasar untuk publik, menjaga keamanan, mengembangkan sumber daya manusia, menopang sistem hukum (2000: 54).

Dengan pencapaian ini akan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat pada institusi dan para pemimpinnya. Dan dengan demikian akan dapat memperbesar dukungan dan kedudukan pemerintah semakin legitimate. Sehingga pemerintah dapat dengan mudah dalam melaksanakan pembangunan baik sosial, politik, maupun ekonomi.

Bagaimanapun pendekatan yang ada dan telah diungkap oleh Monte Palmer ini masih banyak kelemahan. Dari semua pendekatan dari mulai deterministik sampai deskriptif analitis terdapat kelemahan. Pendekatan deskriptif analitis yang digunakan oleh penulis hanya terpaku pada fenomena saat ini dan tidak berusaha melihat tujuan akhir dari proses pembangunan. Pendekatan ini tidak mempedulikan keadaan masyarakat yang menderita dan tertindas. Pada intinya semua teori hanya bersifat penggambaran tanpa ada tindakan praksis. Seperti yang dikatakan Marx berdasarkan pandangan Hegel bahwa kebanyakan para filsuf hanyalah menafsirkan dunia, namun tidak pernah bertindak. Segala sesuatu tidak akan pernah tercapai jika tanpa disertai tindakan konkrit. Begitu juga dengan sebuah pembangunan politik yang tidak akan berjalan tanpa ada usaha untuk merubahnya.

 

 

Pustaka

 

Fakih, Mansour. 2006, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, Cetakan ke-IV, Insist Press dan Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

 

Giddens, Anthony. 2000, The Third Way: Jalan Ketiga Pembaruan Demokrasi Sosial, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

 

Posted in Uncategorized | Leave a Comment »

wahai pendidikan yang abnormal

Posted by bambang wibiono pada Januari 1, 2008

Wahai Pendidikan yang Abnormal

Oleh: Bambang Wibiono*

“Pendidikan adalah sebuah kenyataan yang tidak lain dari proses pembenaran akan praktek-praktek penindasan yang melembaga” Paolo Freire.
Dunia pendidikan adalah nyawa dari kemajuan bangsa. Pendidikan merupakan pondasi sebuah bangunan bangsa dan negara. Bila kita melihat kondisi pendidikan di Indonesia, sungguh sangat memprihatinkan, karena sampai saat ini sektor pendidikan belum mendapat perhatian penuh dari lembaga negara. Negara saat ini lebih mementingkan sektor ekonomi dan politik.

Padahal kita tahu tanpa adanya fundamental yaitu tingkat pengetahuan dan kecerdasan, maka kesemuanya akan tak bermakna. Apalah artinya membangun sistem politik dan ekonomi untuk kemajuan bangsa, tetapi rakyat berada dalam dunia kebodohan. Lain halnya bila aparatur negara sengaja manciptakan sistem yang hanya menguntungkan pihaknya saja tanpa peduli akan nasib masa depan bangsa.

Hilangnya jati diri

Kondisi pendidikan di tanah air kian kehilangan jati diri dan jiwanya seiring dengan krisis multidimensi dan arus globalisasi yang melanda. Fungsi lembaga pendidikan sebagai wahana penempatan generasi muda untuk menguasai berbagai disiplin ilmu yang kelak menjadi pahlawan untuk membebaskan kita semua dari belenggu ‘penjajahan’—baik yang dilakukan oleh bangsa asing maupun bangsa sendiri—telah berfungsi menjadi wilayah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat pragmatis.

Ada pepatah yang menyatakan bahwa harta tanpa ilmu adalah hampa dan sia-sia,. Tetapi dengan ilmu, harta akan mudah didapat dan lebih bermanfaat. Tapi ini tak berlaku di negeri kita. Nyatanya kaum borjuis makin kaya raya walau dengan latar belakang pendidikan yang tidak jelas. Gelar akademik sangat mudah didapat, bahkan dari perguruan tinggi negeri sekalipun. Yang mereka cari hanyalah prestise yang menolong penampilannya serta mandapat pengakuan dari masyarakat. Institusi pendidikan sudah beralih pada paradigma finansial. Pendidikan menjadi lahan bisnis para birokrat. Dan dampaknya pendidikan sudah mengalami distorsi. Pendidikan di negeri ini sudah dapat dikatakan abnormal layaknya orang yang tak waras. Dia sudah mulai linglung dan tidak tahu akan jatidirinya sebagai media berproses bagi rakyat, yang kelak diharapkan mampu menciptakan konstruksi masyarakat yang sitematis (agent of change). Beberapa konsep, diktum, dan metodologi yang bermacam-macam dalam sistem pendidikan sampai sekarang masih dalam taraf utopis yang belum mapu membumi. Tak pelak, visi dan misi institusi pendidikan hanya menjadi sebuah jargon-jargon belaka.

Saat ini parameter keberhasilan pendidikan hanya didasakan pada sebuah nilai. Tak heran hampir seluruh pelajar hanya berorientasi pada pencapaian angka di lembaran buku rapot atau ijasah. Pemerintah berusaha menaikkan standar kelulusan dengan maksud mencerdasan kehidupan bangsa. Tapi malah ini yang menjerumuskan masa depan bangsa. UN hanya berpatok pada tiga mata pelajaran saja, yang berakibat pengesampingan pelajaran lain oleh siswa.Selain itu, banyak contoh kasus yang penulis tahu, pihak sekolah membentuk tim sukses bagi kelulusan siswa dengan jalan yang picik. Siswa tidak pernah tahu hasil kelulusannya itu berkat bantuan dari para guru mereka. Ini dimaksudkan untuk mendongkrak popularitas sekolah tersebut pada tahun ajaran baru. Dan dengan demikian, akan dengan mudahnya pihak sekolah me-malak orang tua siswa yang akan menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut lewat uang sumbangan.

Ironis memang tatkala nilai luhur atau jiwa dan konsep pendidikan yang begitu penting bagi manusia–sampai-sampai menadapat justifikasi dari segala aturan hidup seperti hukum agama, adat, sampai negara yang mengharuskan manusia untuk melaksanakan proses pendidikan—apabila dibenturkan dengan realitas di tengah bangsa kita. Yang dilahirkan dari rahim pendidikan ternyata belum mampu memberi kontribusi bagi kemajuan malah kian menggerogoti. Apakah pendidikan kita memang sudah abnormal? Wahai pendidikan yang abnormal, sudah saatnya engkau bangun dari ketidaksadaranmu, karena sampai saat ini belum ada psikiater atau rumah sakit jiwa untukmu. Semoga pendidikan dapat segera sadar.

***

Posted in Uncategorized | 1 Comment »

Perdebatan RUU Paket Politik

Posted by bambang wibiono pada Desember 30, 2007

Perdebatan RUU Peket Politik

Oleh: Bambang Wibiono*

Keluarnya draf revisi paket Undang-Undang Politik yang merupakan inisiatif pemerintah saat ini menuai kontrofersi. Dengan keluarnya UU Paket politik ini dirasa mengekanng proses demokrasi. Pemerintah terkesan takut akan hadirnya banyak Parpol. Dengan begitu RUU ini dibuat untuk mengkerucutkan jumlah Parpol yang ada dan mengekang lahirnya partai-partai baru. Pengerucutan itu terlihat dari peningkatan electoral thereshold dari 3% menjadi 5% perolehan suara dalam Pemilu 2009 untuk bisa ikut dalam Pemilu 2014.

Masalah yang lain adalah harus adanya deposit dana sebesar 5 miliar bagi pambentukan Parpol. Ini sangat tidak realistis bagi sebuah Partai baru terlebih bagi yang akan lahir. Apalagi sayarat untuk lolos Pemilu 2014 yang mengharuskan deposit dana 10 miliar. Dari mana dana sebesar itu bagi partai yang baru lahir. Mungkin pada dasarnya pemerintah bermaksud untuk menekan angka kecurangan dalam proses Pemilu maupun untuk menekan angka korupsi di kalangan pemerintahan. Baik legislatif, maupun eksekutif. Dana sebesar itu diperuntukkan dalam proses Pemilu. Sehingga kelak ketika calon dari Parpol tersebut terpilih tidak melakukan tindak korupsi dengan alasan untuk menutupi biaya yang dikeluarkan Parpol maupun pribadi selama kampanye.

Jika alasan semua ini dimaksudkan untuk menstabilkan jalannya roda pemerintahan yang selama ini dirasa kurang mendukung terciptanya pemerintahan yang stabil hal itu bisa dibenarkan. Dengan hadirnya banyak partai, kinerja pemerintah seolah terhambat karena begitu banyaknya friksi dalam tubuh pemerintah sendiri. Sehingga itu berdampak pemerintah tidak dapat mengambil kebijakan dengan cepat terkait dengan masalah yang sedang terjadi dan yang sangat membutuhkan penanganan dengan cepat.

Begitu banyaknya pertarungan kepentingan dalam pemerintahan merupakan masalah yang sebenarnya sudah pernah dialami negara ini pada masa demokrasi terpimpin. Dewan konstituante gagal dalam menyusun UUD yang baru karena banyak kontroversi dan tarik ulur kepentingan sehingga Presiden terpaksa membubarkan konstituante. Jika keadaannya demikian maka sistem kepartaian kita berubah dari sistem multi partai menjadi sistem multi partai terbatas seperti yang dikemukakan oleh Syamsudin Haris seorang pakar politk LIPI. Tetapi kemudian pertanyaan yang muncul apakah pemerintah mampu menjalankan pemerintahan dengan baik dengan adanya sistem kepartaian yang multi partai terbatas. Atau ini hanya siasat dari eksekutif untuk menguatkan wewenangnya seperti yang pernah dilakukan pada awal pemerintahan orde baru. Jika yang terakhir yang dimaksud, maka sudah seharusnya kita menolaknya. Namun semuanya itu akan kambali pada komitmen kita bersama untuk membangun negara Indonesia ini. Jika komitmen kita sungguh-sungguh, maka tak ada bedanya antara sistem multi partai maupun multi partai terbatas.

Syarat Pendidikan

Masalah persyaratan capres dan cawapres harus berijasah S-1, itu sangat baik untuk meningkatkan kapabilitas pemimpin negeri ini bila perlu jangan hanya pada capres atau cawapres saja tetapi juga bila perlu bagi anggota dewan dan juga kepala daerah. Tetapi permasalahan yang selama ini terjadi adalah manipulasi. Berapa banyak kasus ijasah palsu di kalangan anggota dewan dan kepala daerah. Jika hal ini yang akan terus terjadi, apalah artinya syarat gelar tersebut. Banyak orang yang tanpa mengenyam bangku kuliah atau tak bergelar sarjana lebih layak dan lebih mampu dibandingkan orang yang bergelar sarjana tapi asal lulus dan dapat ijasah.  Apakah dengan pendidikan sarjana dengan ditunjukkan dengan ijasah itu sudah memenuhi standar kualitas ?. Sebab saat ini gelar dan ijasah sangat mudah didapat bahkan dari Perguruan Tinggi Negeri. Masalah ini perlu dipikirkan dan dipertimbangkan kembali.Sebagai orang yang cinta pada negeri ini sebaiknya kita tumbuhkan komitmen disertai tindakan konkrit kita untuk benar-benar ingin membangun negara. Sebab dengan dasar komitmen ini segala persoalan akan mudah diselesaikan. Semoga saja. 

Posted in Uncategorized | Leave a Comment »